Stasiun Gubeng

by - Desember 12, 2013

 Aku dan kamu datang kembali, di Stasiun Gubeng.
Masih lekat dalam ingatku kala Jumat ba’da isya kita selalu berada di gerbong kereta yang sama, iya bersebelahan. Aku yang selalu memarahimu agar tidak terlambat datang ke kost-ku supaya kita bisa lebih lama bersama. Tak apa kan? Bukannya sedikit lebih lama juga selalu terasa sebentar? Jadwal kereta yang tak selalu tepat waktu juga tak membuatku lelah menunggu, namun itu ketika aku bersama kamu.
1 jam 2 jam terasa begitu cepat ketika ngalor ngidul kita membicarakan banyak hal, suara sirine kereta yang terdengar jelas di kupingku pertanda kereta kami segera datang, lampu kereta yang terlihat mencolok pertanda kereta semakin dekat.
Aku selalu meminta duduk dekat jendela, biar aku bisa bersandar ah tapi bukankah bersandar dibahumu jauh lebih nyaman? Aku juga masih ingat saat kita tidak dapat tempat duduk, sudah untunglah kita ditampung kereta sampai Surabaya. Aku yang selalu kau jaga di keramaian gerbong pintu kereta, yang selalu kau lindungi dari orang-orang yang berdesak berebut masuk. Waktu itu aku dapat tumpangan duduk sepripit, ya bersyukur ada rombongan ibu-ibu yang menyisikan sedikit jatah duduknya untuk aku. Kamu berdiri disampingku tepat dibawah AC, kamu pura-pura tak kedinginan kamu selalu bilang tak apa tapi tanganmu menggigil. Terekam sangat jelas di memori ingatan kala ibu-ibu bertanya, “Mas, ini adeknya? kok wajahnya mirip, warna bajunya sama pula?” disaut ibu yang lain “mereka bukan kakak adek, mungkin mereka jodoh” saya cukup berbalas senyum dan meng-amini dalam hati hahaha. Kamu mah gitu kalo lagi pake jaket jaketnya mesti dipinjemin ke aku, kamu selalu takut aku kedinginan dan jatuh sakit. Oh ada lagi pasti kamu ingat waktu bapak penjual tahu petis lewat tapi aku gak dibolehin beli sama kamu soalnya aku lagi batuk? Iya, sampe kita berapa kali naik kereta lagi pak tahunya uda gaada.
Didalam kereta ekonomi AC yang selalu menyimpan cerita aku ucapkan terima kasih. 
Aku bisa apa waktu aku tau sejak 1 Desember jadwal kereta diobrak abrik pak kepala perkereta-api-an karena adanya kereta anyar, menyebalkan! Itu membuat aku dan kamu tak bisa pulang bersama, kamu jelas tau alasannya.
Bagaimana dadaku tidak terisak sesak ketika kamu mengantarku ke stasiun, ketika keretaku berangkat dan kamu harus menunggu untuk beberapa juta detik. Menunggu sendirian di keramain Stasiun Gubeng. Maaf aku hanya menemanimu melalui pesan singkat. Aku selalu menyuruhmu menunggu di mushola untuk sekedar rebahan menunggu jadwal keretamu datang. Hanya itu, aku duduk sendiri di kereta dan kamu lontang lantung di Stasiun Gubeng sambil sibuk dengan pesan singkat.
Mungkin air mataku tak jatuh ketika aku harus meninggalkanmu dan masuk gerbong keretaku, tapi hatiku? Hatimu? Biarkan hati kita diam dan menyimpan sesak.
Bukankah cinta selalu menyimpan rindu? Bukankah cinta selalu menanti pertemuan?
Kepada laki-laki yang setiap malam selalu memainkan petikan gitar untuk-ku, laki-laki yang selalu tak ingin pulang ketika sudah bertemu, aku sayang kamu. Sungguh.


You May Also Like

8 comments

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. deva :") ah sama seperti aku mengantarkan seseorang saat itu di stasiun senen :(

    BalasHapus
  3. ah fuza berarti kita senasib seperjuangan :') meskipun sedih tapi berkesan iya kan ^^

    BalasHapus
  4. iyaaaa . habis baca ini aku barusan nulis . semacam inilah . makasi ya inspirasinya hihih

    BalasHapus
  5. @ fuza : hihi alhamdulillah semoga saling berbagi inspirasi :)
    @ shasa : yuk mau sini bikin cerita baru sama deva *tingting*

    BalasHapus
  6. heheh iya tp ceritakuu itu km kan masi bisa ketemu aku enggak hehe .

    BalasHapus