Stasiun Gubeng
Aku dan kamu datang kembali, di Stasiun Gubeng.
Masih
lekat dalam ingatku kala Jumat ba’da isya kita selalu berada di gerbong kereta
yang sama, iya bersebelahan. Aku yang selalu memarahimu agar tidak terlambat
datang ke kost-ku supaya kita bisa lebih lama bersama. Tak apa kan? Bukannya
sedikit lebih lama juga selalu terasa sebentar? Jadwal kereta yang tak selalu
tepat waktu juga tak membuatku lelah menunggu, namun itu ketika aku bersama
kamu.
1
jam 2 jam terasa begitu cepat ketika ngalor ngidul kita membicarakan banyak
hal, suara sirine kereta yang terdengar jelas di kupingku pertanda kereta kami
segera datang, lampu kereta yang terlihat mencolok pertanda kereta semakin
dekat.
Aku
selalu meminta duduk dekat jendela, biar aku bisa bersandar ah tapi bukankah
bersandar dibahumu jauh lebih nyaman? Aku juga masih ingat saat kita tidak
dapat tempat duduk, sudah untunglah kita ditampung kereta sampai Surabaya. Aku
yang selalu kau jaga di keramaian gerbong pintu kereta, yang selalu kau
lindungi dari orang-orang yang berdesak berebut masuk. Waktu itu aku dapat tumpangan
duduk sepripit, ya bersyukur ada rombongan ibu-ibu yang menyisikan sedikit
jatah duduknya untuk aku. Kamu berdiri disampingku tepat dibawah AC, kamu
pura-pura tak kedinginan kamu selalu bilang tak apa tapi tanganmu menggigil.
Terekam sangat jelas di memori ingatan kala ibu-ibu bertanya, “Mas, ini
adeknya? kok wajahnya mirip, warna bajunya sama pula?” disaut ibu yang lain
“mereka bukan kakak adek, mungkin mereka jodoh” saya cukup berbalas senyum dan
meng-amini dalam hati hahaha. Kamu mah gitu kalo lagi pake jaket jaketnya mesti
dipinjemin ke aku, kamu selalu takut aku kedinginan dan jatuh sakit. Oh ada
lagi pasti kamu ingat waktu bapak penjual tahu petis lewat tapi aku gak
dibolehin beli sama kamu soalnya aku lagi batuk? Iya, sampe kita berapa kali naik
kereta lagi pak tahunya uda gaada.
Didalam
kereta ekonomi AC yang selalu menyimpan cerita aku ucapkan terima kasih.
Aku
bisa apa waktu aku tau sejak 1 Desember jadwal kereta diobrak abrik pak kepala
perkereta-api-an karena adanya kereta anyar, menyebalkan! Itu membuat aku dan
kamu tak bisa pulang bersama, kamu jelas tau alasannya.
Bagaimana
dadaku tidak terisak sesak ketika kamu mengantarku ke stasiun, ketika keretaku
berangkat dan kamu harus menunggu untuk beberapa juta detik. Menunggu sendirian
di keramain Stasiun Gubeng. Maaf aku hanya menemanimu melalui pesan singkat.
Aku selalu menyuruhmu menunggu di mushola untuk sekedar rebahan menunggu jadwal
keretamu datang. Hanya itu, aku duduk sendiri di kereta dan kamu lontang
lantung di Stasiun Gubeng sambil sibuk dengan pesan singkat.
Mungkin
air mataku tak jatuh ketika aku harus meninggalkanmu dan masuk gerbong
keretaku, tapi hatiku? Hatimu? Biarkan hati kita diam dan menyimpan sesak.
Bukankah
cinta selalu menyimpan rindu? Bukankah cinta selalu menanti pertemuan?
Kepada
laki-laki yang setiap malam selalu memainkan petikan gitar untuk-ku, laki-laki
yang selalu tak ingin pulang ketika sudah bertemu, aku sayang kamu. Sungguh.
8 comments
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusdeva :") ah sama seperti aku mengantarkan seseorang saat itu di stasiun senen :(
BalasHapusah fuza berarti kita senasib seperjuangan :') meskipun sedih tapi berkesan iya kan ^^
BalasHapusiyaaaa . habis baca ini aku barusan nulis . semacam inilah . makasi ya inspirasinya hihih
BalasHapusah aku kapan wkwk XD
BalasHapus@ fuza : hihi alhamdulillah semoga saling berbagi inspirasi :)
BalasHapus@ shasa : yuk mau sini bikin cerita baru sama deva *tingting*
heheh iya tp ceritakuu itu km kan masi bisa ketemu aku enggak hehe .
BalasHapusayuuuuuuk
BalasHapus